Mengenai Saya

Foto saya
keturunan jawa asli yg numpang lahir dan numpang gede di MANADO, seorang anak gadis, seorang kakak, seorang cumlauder, seorang sarjana pertanian, seorang magister sains, seorang calon istri

Sabtu, 03 Desember 2011

TATA RUANG, HARGA MATI!


Tuhan, marahkah Kau padaku

Inikah akhir duniaku

Kau hempaskan jariMu di ujung banda

Tercenganglah seluruh dunia

Tuhan mungkin Kau kuabaikan

Tak kudengarkan peringatan

Ku sakiti Engkau sampai perut bumi

Maafkan kami Ya Rabbi

Penggalan lirik lagu “Indonesia Menangis” yang disenandungkan oleh Sherina ini membuktikan bahwa manusia selaku penghuni alam semesta memegang andil dalam keberlangsungan tempat tinggalnya bahkan keberlangsungan manusia itu sendiri didalamnya. Andai rakyat dan pemerintah negeri ini peduli terhadap tata ruang dan konsisten menjaganya, besar kemungkinan korban jiwa karena bencana alam dapat diminimalisasi. Kerugian materiil pun dapat ditekan. Ratusan miliar asset milik Negara, juga milik rakyat, mungkin dapat diselamatkan dan tidak hancur dalam sekejap karena bencana alam. Tata ruang menjadi landasan pertama untuk mencegah kerugian yang lebih besar saat bencana terjadi. Pertanyaannya, mengapa tata ruang menjadi begitu penting?

Tata ruang atau dalam bahasa Inggrisnya Land use adalah wujud struktur ruang dan pola ruang disusun secara nasional, regional dan lokal. Secara nasional disebut Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, yang dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi, dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tersebut perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK).

Ruang didefinisikan sebagai wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Tata ruang perkotaan lebih kompleks dari tata ruang perdesaan, sehingga perlu lebih diperhatikan dan direncanakan dengan baik.

Melalui tata ruang, rakyat sedari awal telah diarahkan untuk menempati lokasi-lokasi yang aman. Ini perlindungan awal yang bisa diberikan oleh Negara kepada rakyatnya dari bencana alam. Perlindungan awal sangat dibutuhkan oleh rakyat negeri ini karena setiap saat bencana alam dapat terjadi di wilayah Nusantara ini. Sudah menjadi takdir negeri dengan 17.500 pulau ini berlokasi di deretan sabuk gunung berapi (Ring of Fire). Sebanyak 129 gunung api tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Sekitar 120 juta penduduk Pulau Jawa, pulau terpadat di negeri ini, harus hidup berdampingan dengan gunung-gunung api itu. Hidup berdampingan dengan gunung berapi punya resiko tersendiri. Tak hanya letusan gunung berapi, maut juga mengintai dari laut. Tsunami di Aceh telah mengajarkan bahwa hidup di tepi laut tanpa adaptasi dan zonasi yang terukur sangat membahayakan. Apalagi, Indonesia memiliki garis pantai sepanjang 81.000 kilometer.

Bencana memang selalu mengancam negeri ini. Jika saja sejak dini konsep tata ruang yang visioner diterapkan dan ditaati, korban dan kerugian akibat bencana di wilayah-wilayah itu bisa diminimalisasi. Proses pemulihan pun akan relative mudah dilakukan. Tetapi, itu semua tak terjadi. Kini, untuk memulihkan kawasan-kawasan yang terkena bencana butuh tenaga ekstra.

Pembuatan rencana tata ruang wilayah (RTRW) oleh pemerintah provinsi, kabupaten ataupun kota tak selalu dijadikan prioritas. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang belum seluruh tata ruang selesai. Padahal, kalaupun sudah selesai disusun, belum bisa diimplementasikan segera, harus disosialisasikan terlebih dahulu. Kadang-kadang pemerintah daerah tak menyiapkan anggaran penyusunan RTRW. Itu membuat proses penyusunan RTRW makin mundur. Di sisi lain, pemerintah pusat tak bisa seenaknya memberikan dana untuk menyusun RTRW. Kalau pun ada alokasi dana, paling hanya dapat memberi bimbingan teknik.

Padahal, semakin cepat RTRW ditetapkan, semakin positif dampaknya terhadap keselamatan rakyat. UU Penataan Ruang, sebagai contoh, telah mengatur keberadaan escape route (rute untuk pelarian) dan escape hills (bukit untuk pelarian) terhadap wilayah yang rawan bencana. Selain itu berdasarkan UU Tata Ruang, 30 persen dari daerah aliran sungai (DAS) harus berupa tutupan hutan. Sedangkan di perkotaan, 30 persen berbentuk ruang terbuka hijau. Bila aturan tata ruang itu “dipatuhi”, akan banyak bencana, seperti banjir dan longsor, yang dapat dihindari. Kalaupun terjadi bencana, jumlah korban dan kerugian bisa diminimalisasi.

Persoalan kini, tinggal pada kepatuhan terhadap aturan yang telah dibuat serta penegakan hukumnya. Sebab, aturan tata ruang juga telah memberikan sanksi administrasi ataupun pidana bagi pelanggaran yang dilakukan. Dalam kerangka lebih luas, kini penyusunan tata ruang tak boleh dipisahkan dari program pembangunan sehingga rancangan tata ruang yang baik tak hanya menjauhkan rakyat dari bencana, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup mereka. Dengan tata ruang itu, pemda belajar membangun dengan lebih terukur. Ada rencana jangka pendek hingga panjang degan target waktu terukur. Oleh karena itu, tak ada alasan menyepelekan tata ruang. Tata ruang adalah harga mati. Tak bisa ditawar lagi.


Tidak ada komentar: