“... Minumlah dengan seksama atau dirimu
akan terminum. Sebab hidup selalu menyimpan haus yang lebih dari sekedar rasa
ingin menuntaskan dahaga...” – Sumirat Lohjati (The Art of Drinking)
Sebenarnya jargon
“Brenti Jo Bagate” ini ditujukan kepada siapa? Para pemabuk yang memang lihai
menegak minuman keras sehingga bakuku
merupakan cara mengekspresikan diri yang paling tepat? Atau, para pemabuk yang
berkat kelihaiannya pula dapat kita jumpai di pinggiran jalan tengah terperosok
di lubang got setelah semalaman
mabuk-mabukan? Atau, malah anak sekolahan yang tugasnya telah beralih fungsi
dari seorang generasi penerus Bangsa menjadi anak yang mempermalukan orangtua
dengan marak diketemukannya para pelajar tengah asyik berpesta minuman keras
(miras)? Selaku bagian dari para peminum yang aneh, mari kita jawab dan benahi
bersama.
Dalam The Art of Drinking dijelaskan bahwa
dunia manusia ialah dunia minuman, sebuah dunia yang selalu basah. Maka jangan
heran bila kita bertamu, untuk kali pertama kita pasti akan disuguhi minuman
atau sekedar ditanya “Mau minum apa?”. Betapa situasi hidup manusia selalu
lekat dengan minuman, bukan? Sejarah minuman dan keberminuman sungguh menarik untuk
ditilik lebih jauh, hingga kita bisa memetik kearifannya. Manusia ialah peminum
sejati dimana selalu menjadi spesies yang menanggung kehausan. Sifat ini tanpa
terkecuali menjadikan sejarah hidup manusia selalu memadai manakala diungkap
sebagai kisah petualangan keberminuman yang tak pernah selesai. Sebuah kisah
yang membuat dunia manusia selalu identik sebagai dunia minuman, ruang dimana
petualangan rasa dan seni cara mereguk yang begitu unik, mistis, religius dan
meriah. Menjadi semacam aneka sensasi basah yang berlimpah. Betapa terdapat basah
yang menyedihkan, yang dalam, yang khusyuk, penuh syukur serta terdapat pula basah
yang gelap.
Manusia ialah peminum
laten, yang bahkan bisa minum dengan situasi dimana ia tidak merasakan haus
sama sekali. Manusia membutuhkan minum bukan sekedar untuk menopang keeksisan
tubuhnya melainkan juga untuk memperoleh kesenangan dan kegembiraan. Namun begitu
terdapat pula individu-individu yang minum bukan karena untuk memperoleh
kesenangan melainkan karena kepedihan yang mencengkeram batinnya, seakan Tuhan ada dalam gelas-gelas minuman
mereka!
Maka, no way out, minum akhirnya menjadi
pilihan yang paling masuk akal untuk tidak bunuh diri dan tidak membunuh orang.
Minum kemudian menjelma menjadi hasrat yang aneh dimana hidup mati-matian terus
dipertahankan sekaligus dihancurkan dengan diam-diam. Minum lalu menjadi
fenomena menakjubkan yang memunculkan beragam keunikan : terkadang harmoni,
paradoks, ironi namun terkadang tragedi. Hanya saja banyak orang yang
mengabaikan hal ini. Sokrates adalah sejarah bagaimana sebuah keberminuman
menjadi sesuatu yang agung dan abadi, ketika dia memutuskan untuk meminum
racun. Minum bukan pekerjaan sederhana melainkan pekerjaan yang sangat berat
karena keberminuman diri tidak sekedar membutuhkan nalar akan tetapi laku hidup
yang total dan sepenuhnya, lain halnya dengan keberminuman tubuh. Pekerjaan
sebiasa “minum” bisa menjadi pekerjaan yang sama sekali tidak sederhana,
sebaliknya menjadi penentu, bagaimana hidup dan mati dimaknai.
Mari kita
perbincangkan “Minuman, Tragedi dan Kepedihan” dimana kemanusiaan, dalam setiap
perputaran roda sejarah, hampir-hampir seperti orang yang berjalan di malam
yang gelap dan hanya diterangi oleh kilatan cahaya semata. Ada banyak perubahan
sikap, namun mereka seolah buta untuk keluar dari masalah ini. Kenyataan ini
larut dalam sejarah minum manusia yang terkadang justru melahirkan berbagai
situasi yang menyayat. Meski minuman itu sendiri adalah sebuah berkah dan
keberminuman adalah perayaan berkah hidup yang ada. Akan tetapi dalam banyak
situasi berkah itu justru melahirkan malapetaka yang begitu mengenaskan. Ironis
memang tapi begitulah hidup manusia. Terkadang indah dan begitu basah, namun
terkadang begitu penuh kepedihan dan kehancuran.
Meski manusia
membutuhkan minum untuk menjaga hidupnya, akan tetapi manusia tetap memiliki
kebebasan membuat pilihan, dengan tidak meminum apapun, meski hal itu akan
mengorbankan hidupnya. Minum menegaskan betapa keberminuman menjadi sesuatu hal
yang terhubung persoalan etika, yang menghadapkan manusia pada persoalan nilai
dalam hidup. Minum disini tidak lagi disadari sebagai persoalan jasad atau
kebutuhan tubuh, sebaliknya sebuah sikap etis yang senantiasa membawa seseorang
pada perilaku etika tertentu. Kebanyakan dari kita kerap meminum minuman yang
salah serta meminum dengan cara yang tidak tepat, sehingga keberminuman
tersebut selalu menunjuk pada situasi paradoks dimana justru terminum oleh
hasrat keberminumannya sendiri. Walhasil kita pun minum sesuka hati tanpa
mempedulikan apa dan bagaimana hakikat minum dan keberminuman.
Suatu ketika, saat
hidup dibendakan, kita akan menemukan adanya ungkapan, bahwasanya hidup tidak
lain hanya soal memilih minuman. Maka kemampuan mengenali minuman menjadi
bagian terpenting guna memperoleh minuman yang tepat. Namun saat hidup menjadi
sebuah “sikap dan laku”, ungkapan yang muncul, bukan bagaimana memilih minuman,
sebaliknya bagaimana caramu meminum. Tujuannya ialah untuk memperoleh
keberminuman yang sungguh-sungguh, minum yang tidak terminum.
Tidak penting apa yang
kau minum dan minuman apa yang ada di genggaman tanganmu, yang terpenting ialah
bagaimana caramu dalam meminumnya. “Jika
engkau tahu cara meminumnya maka hidupmu pasti akan menyenangkan”. Sekali
lagi, minum bukanlah sesuatu hal yang biasa melainkan sesuatu yang secara
budaya memiliki makna juga posisi yang begitu penting terkait dengan nilai
dalam hidup itu sendiri. Cara minum berkaitan dengan cara hidup. Berikut ragam
minuman menjadi hal yang tidak bisa dipungkiri kehadirannya, salah satunya Cap Tikus.
Cap Tikus, siapa yang
tidak kenal minuman yang satu ini? Wikipedia (2012) melansir Cap Tikus merupakan minuman tradisional
Minahasa yang mengandung alkohol rata-rata 40 persen yang dihasilkan melalui
penyulingan saguer (cairan putih yang keluar dari mayang pohon enau atau seho
dalam bahasa daerah Minahasa). Saguer dimasak kemudian uapnya disalurkan dan
dialirkan melalui pipa bambu ke tempat penampungan. Tetesan-tetesan itulah yang
kemudian dikenal dengan minuman Cap Tikus.
(sumber : wikipedia)
Alkohol tak ubahnya
menjadi air susu yang baru dalam masyarakat yang makin mengalami pendangkalan.
Di sebagian wilayah bumi, alkohol masuk dalam hal yang sangat dibutuhkan disaat
santai, perayaan, upacara agama dan berbagai jenis pesta. Nilai keberadaan
alkohol sebagai agen perusak individu semestinya membuat kita berpikir dan
mengoreksi diri lagi. Kenyataan ini tentu saja menjadi kepedihan tersendiri.
Sebab hal itu menunjukkan betapa seiring dengan kemajuan yang ada, kecintaan
pada minuman alkohol menunjukkan betapa manusia makin memiliki hidup yang
ahistoris. Padahal sejarah telah begitu panjang mengabarkan bagaimana alkohol
selalu lebih banyak melahirkan tragedi dan kepedihan ketimbang keindahan. Alkohol
yang mengharu biru di suatu peradaban ibarat minyak pelumas, etil alkohol jenis
alkohol yang dapat diminum mampu melancarkan interaksi sosial. Ia menjadi
minuman shopisticated di setiap
jamuan makan. Di dunia medis alkohol sampai sejauh ini ternyata sangat dibutuhkan.
Lebih dahsyat lagi, alkohol (khususnya minuman berlakohol) bahkan mampu
berperan sebagai agen perusak individu dan masyarakat yang (paling) efektif dan
efisien.
Pemerintah bukan tidak
pernah melakukan daya upaya meminimalisir dampak akibat dari segala macam sebab
yang terjadi, toh pelarangan yang ada
hubungannya dengan konsumsi alkohol masih menjadi satu-satunya pendekatan yang
efektif sampai saat ini - (Semisal ide kreatif Lomba Blog yang digelar oleh Komunitas
Blogger Sulawesi Utara bekerja sama dengan Telkomsel Manado serta POLDA Sulut
ini) - ketika pengobatan farmasi untuk para pecandu alkohol terbukti tidak
efektif dan tidak (cukup) bermanfaat.
Trotter (1813)
menyatakan bahwa ketidaktepatan mengkonsumsi alkohol adalah sebuah penyakit.
Selain itu, menurutnya kebiasaan dan rutinitas mengkonsumsi cairan keras itu
dapat menyebabkan penyakit lever, ketidakramahan, disfungsi dan kerusakan
mental, sekalipun pada kenyataannya para pecandu alkohol jarang terlihat sakit.
Dari itu alkoholisme kerap diungkap sebagai penyakit mematikan jika tidak
diobati. Alkohol adalah obat yang paling sering digunakan dan disalahgunakan
secara luas sebagai obat psikoaktif di dunia.
Di Jepang, seperti
yang dilansir oleh Wikipedia (2012), ragam minuman yang dapat dijumpai misalnya
shochu yang merupakan minuman keras populer sejak dulu di kalangan rakyat,
karena harganya lebih murah daripada sake. Shochu dikenakan pajak minuman keras
yang lebih rendah sehingga bisa dijual dengan harga lebih murah.
Sumber : Wikipedia
Salah satu
cara untuk menghentikan kebiasaan menenggak miras atau paling tidak
menguranginya adalah dengan cara mengeluarkan peraturan daerah tentang minuman
keras. Dalam peraturan itu ditetapkan miras sebagai barang mewah. Dengan pajak
yang sangat tinggi sehingga harganya menjadi mahal. Dengan demikian, tidak
semua orang mampu membelinya. Sejatinya, peran pemerintah dalam mengatur pajak
minuman keras tentunya sangat berpengaruh terhadap produksi dan penyebaran
minuman keras di kalangan masyarakat.
Masyarakat (dalam hal
ini para petani aren/penghasil nira/pengolah cap tikus) pun tak perlu risau
nantinya, diversifikasi produk perlu diterapkan disini misalnya captikus dapat
menjadi bioetanol yang menghasilkan bahan bakar minyak ramah lingkungan. Di
Sulawesi terutama Sulawesi Utara, tuak (baca: cap tikus) diproses lebih lanjut
dengan penyulingan sehingga diperoleh minuman yang mengandung kadar alkohol
tinggi sehingga sangat gampang memabukkan. Jika di masa lalu, khususnya di
kalangan para petani, Cap Tikus menjadi pendorong semangat kerja, lain hal lagi
dengan kaum muda sekarang. Kini Cap Tikus telah berubah menjadi tempat
pelarian. Cap Tikus telah berubah menjadi minuman tempat pelampiasan nafsu
serta menjadi sarana mabuk-mabukan yang kemudian menjadi sumber malapetaka (Wahr,
2007).
Menurut NIDA Report
(2012), penelitian ilmiah tentang kecanduan alkohol dan berikut ini ialah persentase
kematian terkait alkohol :
1.
5 % dari semua kematian dari penyakit sistem
sirkulasi
2.
15 % dari penyakit pada sistem pernapasan
3.
30 % dari kematian dari kecelakaan yang
disebabkan oleh api
4.
30 % dari semua kecelakaan tenggelam
5.
30 % dari semua kasus bunuh diri
6.
40 % karena kecelakaan jatuh
7.
45 % dalam kecelakaan mobil
The National Institute on Alcohol Abuse and Alcoholism menyatakan
bahwa orang yang memulai minum-minum sebelum usia 15 tahun, cenderung mejadi
alcoholic dibandingkan individu-individu yang mulai minum pada usia 21. Secara
umum, remaja tidak dapat mengontrol diri saat mengkonsumsi alkohol dan karena
itu menunjukkan insiden perilaku kekerasan dan kriminalitas.
Alkohol memainkan
peran penting dalam kekerasan. Penelitian mengotentikasi keberadaan empiris
yang sangat kuat dan konseptual hubungan antara aktivitas kriminal dan
penyalahgunaan alkohol. Studi tentang tahanan dan populasi peradilan pidana secara
konsisten menemukan pengaruh tingkat tinggi akibat alkohol dan penggunaan
narkoba. Kecelakaan jalan merupakan bagian dari implikasi lain penggunaan
alkohol. Asupan alkohol dapat mengubah jiwa si pengemudi yang pada gilirannya
mengakibatkan kecelakaan kendaraan bermotor. Konsumsi alkohol yang terlalu
tinggi menurunkan kinerja dalam mengemudi, yang dapat mengurangi peluang
kelangsungan hidup dalam berkendara. Bahkan asupan alkohol terlalu banyak dapat
melemahkan refleks syaraf dan cenderung kehilangan kontrol diri (batas
toleransi yang diperbolehkan untuk kesehatan yaitu 0,1 persen). Bayangkan apa
yang akan terjadi jika Anda dalam pengaruh akohol saat menghadapi masalah, saya
yakin masalah tersebut akan diakhiri dibalik terali besi atau penjara bahkan di
lahan berukuran 2x3 meter. Masihkah Anda nekat ingin mencoba meminumnya lagi???
Brenti Jo Bagate!!!
“...Hidup memang harus minum, akan tetapi
minum dalam hidup tidak boleh dilakukan secara asal dan membabi buta. Sebab
hidup sesungguhnya tak ubahnya seperti orang mampir minum. Minum disadari
sebagai hidup yang selalu fana dan hancur. Oleh karena itu tidak seharusnya
keberminuman dalam hidup dilakukan secara membabi buta...” – Ungkapan Jawa
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Referensi :
Lohjati, Sumirat.
2011. The Art of Drinking. Yogyakarta
: Immortal Publisher
NIDA. 2012. Alcohol. www.drugabuse.gov
diakses tanggal 20 Agustus 2012
Trotter. 1813. An Essay, Medical, Philosophical and
Chemical, on Drunkennes. Anthony Finley, Phil.
Wahr, Roderick. 2007. Makanan dan Minuman Khas Minahasa. www.theminahasa.net
diakses tanggal 20 Agustus 2012
Wikipedia. 2012. Cap Tikus. www.wikipedia.com
diakses tanggal 20 Agustus 2012
Wikipedia. 2012. Shochu. www.wikipedia.com
diakses tanggal 20 Agustus 2012
3 komentar:
artikelnya bagus sis, tapi sebaiknya ada spasi yang cukup soalnya agak saki ini mata setelah da baca karena tulisan terlalu mepet antar baris
makasi masukannya masbro
kritik membangun. TOP!
selebihnya sorry hehe :b
Kunjungan pertama, keep blogging :)
Posting Komentar